Top Ad 728x90


Friday, July 31, 2020

AWALNYA 1, LALU MENJADI 3

by

Awalnya 1, lalu bertambah jadi 3. 

Awalnya hanya satu sahabat yang pesan, lalu menyusul kerabat sahabat ikut memesan juga. 

Dalam hitungan hari, tong-tong komposter ini akan berbakti mengolah sampah organik di tempatnya masing-masing. 

Selamat berbakti, kawan. Yuk, kita bantu bangsa ini lebih bersih melalui rumah-rumah mereka 😊🙏🌱

#rumahhijaunet 
#komposter 
#komposting 
#pilahsampahdarirumah 

PANEN ECOENZYME PERDANA

by
3 bulan menunggu, baru dipanen di bulan keempat 😆

Ecoenzyme berbahan dasar kulit pepaya dan gula putih ini memiliki aroma kecut asam yang segar, bukan beraroma tape seperti POC dari air beras yang selama ini saya buat. 

Saat terkena tangan, terasa kesat dan meninggalkan aroma kecut asamnya di tangan. 

Ada tekstur lengket yang menjadikan cairan ini bisa menjadi desinfektan dan pestisida nabati. 

Jadilah ecoenzyme ini saya tempatkan pada dua buah botol spray 100 ml. Satu untuk di dapur, satu untuk di dekat instalasi hidroponik. 

Yang di dapur untuk membantu membersihkan minyak-minyak pada kompor, yang di instalasi untuk membantu mengurangi hama kutu putih yang sedang menikmati tanaman tomat. Membuat rutinitas pitesida menjadi lebih menyenangkan. 😉😁

Hasilnya? Sejauh ini terlihat menyenangkan. Hama kutu putih berkurang signifikan. 

Masih perlu terus diujicoba. Karena dalam urban farming, yang penting melakukan, evaluasi dan melakukan lagi. 

Apa pun hasilnya, saya bersyukur karena ada cara untuk memanfaatkan kembali sisa buah-buahan yang kita konsumsi setiap harinya. 

Karena tidak semua sisa harus berakhir di tempat pembuangan sampah. Selama bisa kita manfaatkan kembali, mengapa tidak 😉

Ada yang mau ikut membuat ecoenzyme? Tutorial membuatnya ada di Youtube Rumahhijaunet ya (bit.ly/YoutubeRumahHijaunet) 😃👍🌱

#rumahhijaunet 
#ecoenzyme 

KONSISTENSI

by
Sebuah kata yang mudah diucapkan, namun lumayan seru untuk diwujudkan.

Saya merasakannya dalam beberapa hari terakhir ini terkait dengan berupaya konsisten menulis seputar urban farming dan kebijaksanaan yang mengikutinya sesuai dengan yang pernah dan sedang saya alami.

Sudah terdapat beberapa judul tulisan, namun saya lewati dulu karena tulisan ini lebih relevan dengan yang saya rasakan hari ini.

Ya, konsistensi. Saya sedang melatih diri untuk konsisten menulis. Mengingat usia yang masih tergolong muda, namun sudah berada di tengah-tengah kecenderungan jatah usia manusia di Indonesia pada umumnya, maka saya perlu lebih banyak belajar. Dan karena ingin banyak belajar, maka saya perlu lebih banyak menulis.

Mengapa menulis? Karena belajar (melalui membaca, mendengarkan podcast, menonton video pembelajaran, dan sebagainya) itu seperti menghirup udara. Dan bila tidak dihembuskan dengan menghasilkan sebuah karya, dan menulis adalah yang paling sederhana yang bisa saya lakukan, maka bisa jadi diri ini tidak akan mudah untuk menyerap ilmu-ilmu selanjutnya.

Karena seperti yang disebutkan oleh futurolog Alvin Toffler, “The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn.”

“Yang disebut buta huruf di abad 21 bukanlah orang yang tak bisa membaca dan menulis, tapi yang tidak bisa belajar (learn), meninggalkan hal yang relevan (unlearn), dan belajar ulang (relearn).” (Dikutip dari rumahinspirasi.com)

Yup. Saya meyakini bahwa saya, bila masih diberi usia, akan bisa ikut merasakan suasana kehidupan di abad 21 ini. Artinya, bila ingin menjadi bagian dari warga abad 21 yang bisa mengikuti perkembangan zaman, saya perlu mempersiapkan diri untuk terus belajar, untuk melepas apa yang sudah saya pelajari kalau itu sudah tidak relevan, dan kembali belajar hal-hal yang baru.

Mudah? Jelas akan sangat menantang, karena di sanalah antara ego dan nilai-nilai hidup yang diyakini akan mewarnai setiap keputusan belajar.

Dan semua akan berjalan bersama dengan proses perenungan.

Dan sepertinya salah satu momen perenungan yang bisa saya rasakan adalah saat menulis. Ya, seperti saat sedang menulis tulisan ini atau sedang menuliskan jurnal syukur atas apa yang saya alami setiap harinya.

Semoga saya bisa terus konsisten menulis, menulis apa pun yang sedang saya pikirkan dan saya rasakan, khususnya terkait dengan urban farming, sebuah aktivitas dan kegiatan yang sepertinya akan saya lakukan seumur hidup saya, di mana pun saya berada.

Semoga saya bisa konsisten, sekonsisten tanaman yang memberikan begitu banyak manfaat karena kehadirannya. 

Cipinang Muara, 31 Juli 2020

#selfreminder
#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

Keterangan gambar: Hasil stek tanaman basil di rockwool yang sudah siap pindah ke instalasi hidroponik.

=========

Untuk sharing, tulisan lebih lengkap dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Sunday, July 26, 2020

SISTEM

by
Panen kangkung hidroponik
bersama Oji dan Yanthi dari instalasi yang diceritakan
Hari-hari berlalu dengan penuh semangat walau terus menghadapi tantangan dalam mencoba instalasi wick system menggunakan botol air mineral.

Sampai suatu hari instalasi NFT 80 lubang sampai di jemuran rumah kami. Mas Aar menghadiahkannya kepada Mbak Lala yang sedang bersemangat mencoba hidroponik untuk hadiah ulang tahunnya.

Di sanalah saya mengenal dan belajar tentang sistem. Sebuah cara yang begitu memudahkan seseorang yang ingin memiliki sayuran di rumahnya sendiri.

Mudah, karena tidak perlu menyiram atau menunggui tanamannya. Cukup mengecek aliran air dan kadar nutrisi setiap harinya. Bahkan saat usia tanaman masih di minggu-minggu pertama, bisa dicek per 3 hari sekali.

Mudah, karena untuk menghadirkan oksigen terlarut, saya tidak perlu meniup-niupkan udara ke lusinan botol air mineral. Aliran air yang menghadirkan gelembung-gelembung di dalam ember sudah cukup memenuhi kebutuhan oksigen terlarut.

Mudah, karena hanya mengurus satu sumber air, kita dapat memiliki hasil panen sebanyak lubang tanam yang kita miliki pada instalasi.

Dan berbagai kemudahan lainnya, seperti instalasi ini tidak akan jatuh disenggol kucing atau tertiup angin.

Ya, instalasi NFT milik Mbak Lala itu membukakan sebuah pemahaman betapa sistem itu begitu memberikan kemudahan sehingga kita bisa lebih mengalokasikan waktu kita untuk mengembangkan hal-hal yang lain. Waktu untuk ber-urban farming kita pun menjadi lebih efektif dan efisien.

Investasi di awalnya terlihat besar, namun nilai itu cukup sekali dikeluarkan dan kita bisa mendapatkan hasil panennya setiap bulan selama beberapa tahun ke depan, sesuai dengan bahan dasar yang digunakan. Semakin kuat bahan dasarnya, semakin panjang usia pakai instalasinya.

Dan foto-foto proses hidroponik dan panennya mulai menghiasi media sosial sebagai ajang dokumentasi sekaligus berbagi inspirasi.

Dan dari sinilah semua itu bermula. 

Cipinang Muara, 26 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Saturday, July 25, 2020

MENEMUKAN

by

Selesai dari mengikuti pelatihan hidroponik bersama Pak Ronny dan Bu Bertha, mulailah aku dan Mbak Lala mencoba menerapkannya di rumah dengan sumber-sumber daya yang kami miliki.

Selain starterkit wick system yang kami beli saat pelatihan, kami juga mencoba membuat hidroponik wick system menggunakan botol-botol air mineral, yang kami potong dua, lalu bagian atasnya dibalik masuk ke dalam bagian bawah sehingga menyerupai pot. Lalu kami cat botolnya dan diberi sumbu, voila! Jadilah pot hidroponik wick system.

Saat itu lebih dari dua puluh botol wick system kami buat. Dan dari sanalah kami belajar dan menemukan betapa metode wick system menggunakan botol air mineral ini tidak terlalu cocok di tempat kami.

Salah satu faktornya adalah angin kencang yang kadang bertiup di siang hari, juga kucing-kucing yang berlewatan di jemuran membuat botol-botol tersebut kerap terguling dan tanaman di dalamnya pun mati.

Betul, botol-botol itu aman saat masih terisi nutrisi. Dan saat nutrisi mulai berkurang, mulailah mereka bertumbangan.

Ditambah lagi salah satu hal yang penting di dalam hidroponik adalah suplai oksigen terlarut pada larutan, yang dalam wick system dihadirkan dengan cara diberi aerator atau ditiupkan udara setiap hari dengan sedotan ke dalam larutannya.

Kalau satu kali tiup saja masih OK. Begitu ada 20 botol yang perlu ditiup setiap hari, ternyata tidak mudah untuk menjaga semangat dengan konsisten. Maka metode ini, wick system dengan botol air mineral, tidaklah efektif di tempat kami.

Bagaimana dengan wick system melalui starterkit yang kami beli? Menghasilkan dengan baik.

Dan perjalanan menemukan instalasi hidroponik yang paling cocok di rumah pun berlanjut. 

Cipinang Muara, 25 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Friday, July 24, 2020

SEPAKET

by
Ya, perjalanan urban farming itu sudah sepaket dengan proses, keberhasilan maupun kebelumberhasilannya.

Kita bahas dulu kebelumberhasilannya ya, apa saja sekiranya faktor yang memungkinkan menjadi penyebab kebelumberhasilan. Karena bertumbuhnya sebuah tanaman dengan baik sampai panen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya:

1. Kualitas benih
Dalam menyemai, sangat memungkinkan ada benih yang tidak sprout. Karena benih ternyata juga memiliki masa kadaluarsa. Bila mendapati benih yang disemai tidak kunjung sprout dalam waktu sampai dengan 2 minggu, disarankan untuk menebar saja semua bibit yang ada di tanah. Dan disarankan juga untuk menanam kembali saat benih yang ditanam tidak tumbuh, tidak menyerah karena belum berhasil, karena bisa jadi kita kebetulan sedang berhadapan dengan benih yang tidak mau atau tidak bisa tumbuh.

2. Kualitas air
Dalam organik, apalagi hidroponik, kualitas air untuk penyiraman atau untuk air baku sangatlah berperan di dalam menentukan keberhasilan. Tentunya dalam menanam organik faktor tanah lebih menentukan, karena air lebih berperan untuk membuat unsur-unsur hara yang ada dalam tanah bisa terserap oleh akar. Sedangkan pada hidroponik yang menjadikan air sebagai sumber utama kehidupannya, maka kualitas air sebagaimana memiliki pH di antara 5-6.5, ppm awal di bawah angka 100, menjadi kriteria yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

3. Kualitas sinar matahari 
Dalam menanam tanaman pangan, maka paparan sinar matahari memiliki peranan yang sangat penting. Semakin banyak paparan sinar matahari, akan membuat tanaman menjadi semakin kuat dan kokoh. Dalam hidroponik, tentu menjadi lebih mudah memenuhi persyaratan terkena matahari lebih banyak karena kebutuhan airnya sudah terpenuhi sepanjang hari. Sedangkan dalam organik, sebagaimana di musim kemarau saat tulisan ini dibuat, maka perlu diperbanyak frekuensi penyiraman media tanam menjadi setidaknya dua kali sehari, pagi dan sore bila ingin mendapatkan hasil yang baik dan tanaman terhindar dari layu akibat penguapan yang lebih banyak dari biasanya.

4. Hama 
Nah, ini dia tantangan paling asyik dalam ber-urban farming, yaitu saat berhadapan dan berdampingan dengan hama yang ikut menikmati tanaman yang kita tumbuhkan. Bahkan untuk saya pribadi, menyikapi hama inilah yang cukup menentukan mood dalam ber-urban farming. Walau sekali lagi, kitalah yang memutuskan untuk larut dalam kesedihan dan tidak melanjutkan lagi atau tetap bersemangat mencari solusi mengatasi hama dan menanam lagi. Dan itulah yang akan dihadapi seumur hidup kita di dalam ber-urban farming.

5. Waktu
Yup. Ini juga faktor yang menentukan berhasil atau belum berhasilnya kita dalam ber-urban farming. Karena waktu yang belum teralokasikan dengan konsisten, akan membuat hasilnya juga tidak akan optimal.

Demikian 5 faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari urban farming yang kita lakukan. Dan ini semua adalah faktor teknis, yang tidak akan mudah untuk dipenuhi bila faktor non-teknis dan yang terutamanya belum terpenuhi, yaitu menemukan ALASAN YANG KUAT mengapa kita melakukan urban farming.

Karena saat kita mengetahui mengapa kita melakukannya, kita akan mencari caranya.

“Where you know the why, you will find the how.”

Cipinang Muara, 24 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Thursday, July 23, 2020

PASTI

by
Contoh instalasi hidroponik DFT 20 lubang
yang diperlihatkan

Dua hari yang lalu, saya dijapri oleh seorang sahabat yang sedang mempertimbangkan ingin memasang instalasi hidroponik di rumahnya.

Setelah saling berbalas pesan beberapa kali, termasuk berbagi gambar instalasi hidroponik yang bisa dipilih sebagai alternatif.

Ada satu pertanyaan beliau yang menarik, yang menurut saya sangat wajar sebagai pemula di bidang urban farming. Kurang lebih begini pertanyaannya, “Saya kurang pandai kak. Ini mau belajar apa bisa berhasil ya?”

Sahabat semua, apakah ada yang bisa memastikan keberhasilan usaha kita saat melakukan sesuatu?

Berdasarkan pemahaman dan pengalaman yang telah saya lalui, maka saya menjawab, “Sepengalaman saya, ketika kita sudah mencoba dan melakukan, maka kemungkinannya adalah 50-50, 50% berhasil dan 50% belum berhasil. Namun kalau tidak mencoba sama sekali, ya jelas PASTI 100% nggak berhasil.”

Tentu jawaban saya kepada beliau tidak menggunakan kata ‘PASTI’ untuk tetap mengedepankan sopan-santun dalam bertutur walau melalui daring.

Jawaban ini juga berlaku bagi sahabat-sahabat, bukan Anda yang membaca tulisan ini tentunya, yang menganggap tangannya panas sehingga merasa tidak berbakat untuk menumbuhkan tanaman, yang menyebabkan tanaman yang ditanam selalu mati.

Karena begitu kita memutuskan untuk tidak mencoba sekali lagi dengan alasan apa pun, maka tentu sudah jelas ketidakberhasilan PASTI berada di depan mata.

Jadi, sesungguhnya tidak ada kata ‘gagal’. Yang ada hanyalah sukses atau belajar.

Apakah saya tidak mengalami kegagalan di dalam melakukan urban farming? Bisa jadi saya mengalami kegagalan atau kebelumberhasilan juauh lebih banyak dibandingkan sahabat-sahabat yang membaca tulisan ini, yang baru akan atau sudah memulai proses urban farming-nya. Karena apa? Karena saya sudah memulai lebih dulu dan bisa jadi akan tetap ber-urban farming saat Anda membaca tulisan ini.

Dan ketika saya tetap melakukan, niscaya saya akan terus mengalami kebelumberhasilan.

Karena saya semakin melihat dan menyadari bahwa kebelumberhasilan adalah sepaket di dalam urban farming, demikian pula keberhasilan, maka saya memilih untuk menerima paket tersebut dan berusaha untuk terus menikmati setiap proses dan perjalanannya, serta selalu belajar dari setiap kebelumberhasilan. 

Itu dari sisi mindset atau pola pikirnya. Apa saja yang menyebabkan kebelumberhasilan selalu sepaket di dalam proses urban farming? Akan kita bahaskan di tulisan selanjutnya.

Selamat memutuskan, sahabat semua. Karena berhasil maupun belum berhasil, sukses atau masih perlu belajar, kita memiliki andil di dalamnya. Dan dengan mengambil tanggung jawab di dalam setiap proses juga hasil yang terjadi, akan membuat perjalanan dalam ber-urban farming menjadi lebih menyenangkan dan membahagiakan. Setidaknya itu yang saya rasakan. Siapa tahu sahabat semua juga merasakan hal yang sama :)

Cipinang Muara, 23 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Wednesday, July 22, 2020

5.000 SUBSCRIBERS

by


Teringat 4 tahun yang lalu saat saya memutuskan untuk mendokumentasikan kegiatan komposting dan urban farming yang saya lakukan.

Saat itu, tidak terlintas sedikit pun di dalam pikiran bahwa 4 tahun kemudian channel Youtube www.Rumah-Hijau.net atau bit.ly/YoutubeRumahHijaunet ini akan memiliki subscribers sebanyak ini.

Apakah 5.000 adalah jumlah yang banyak? Tergantung sudut pandang dan niat awal dari dibuatnya sebuah channel Youtube.

Saat yang menjadi ukuran adalah penghasilan yang bisa didapat dari Youtube, 5.000 subscribers adalah angka yang tidak besar. Dan 5.000 subscribers dalam waktu 4 tahun adalah sebuah perjalanan yang sangat tidak cepat untuk sebuah Youtube Channel. Apalagi komposting dan urban farming bukanlah topik yang populer dan saya pada awalnya bukanlah seorang public figure, pengusaha atau influencer yang sudah memiliki basis massa. 

Itu adalah salah satu sudut pandang.

Bagi saya pribadi, 5.000 subscribers berarti setiap postingan video ataupun tulisan saya akan menyentuh setidaknya 5.000 akun. Dari 5.000 akun ini, bila ada 1%-nya saja, berarti sekitar 50 orang, yang mendapatkan manfaat dan tergerak untuk melakukan komposting atau urban farming, maka berapa banyak sampah organik yang terpilah dan terolah, berapa banyak oksigen dan sayuran segar yang dihasilkan dari halaman rumah masing-masing yang niscaya bebas pestisida dan berantioksidan tinggi karena bisa dinikmati langsung dari sumbernya?

50 orang dibandingkan 250 juta penduduk Indonesia, niscaya sebuah angka yang terasa begitu kecilnya. Namun 50 orang ini bisa membuat perubahan di lingkungannya masing-masing. 50 orang ini bisa menjadi inspirator dan penggerak untuk membawa lingkungan tempat tinggalnya menjadi lebih bersih, lebih asri dan lebih bermanfaat.

Dan sebagaimana awal dibuatnya, channel Youtube Rumahhijaunet ini tetap akan menjadi tempat bagi saya medokumentasi perjalanan komposting dan urban farming, menjadi sumber inspirasi dan sahabat bagi teman-teman yang sedang memulai perjalanan urban farming-nya, bahwa semua itu bisa dilakukan dengan mengoptimalkan kearifan lokal di tempat tinggal kita masing-masing.

Bersyukur kita hidup di Indonesia, negara dengan dua musim yang memudahkan banyak jenis tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Maka yang perlu dimiliki adalah informasi bahwa kita bisa menjadi negara yang semakin mandiri pangan, yang semakin peduli terhadap pemilahan dan pengolahan sampahnya. Ya, dengan segala sumber daya, kearifan lokal dan kebijaksanaan yang kita miliki, Indonesia amat sangat mungkin menjadi negara yang semakin kuat karena semakin peduli terhadap ketahanan pangan dan pengolahan sampahnya.

Terima kasih kepada sahabat semua yang sudah berkenan menjadi teman seperjalanan Channel Youtube Rumahhijaunet selama 4 tahun terakhir ini. Mohon doanya semoga channel ini dapat terus konsisten menjadi sumber inspirasi dan semangat bagi teman-teman yang ingin melakukan komposting dan urban farming.

Sekali lagi, terima kasih :)

Cipinang Muara, 22 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Tuesday, July 21, 2020

ALOKASI

by
Tidak hanya dalam keluarga, bisnis atau pekerjaan, dalam urban farming pun ternyata diperlukan sebuah alokasi, baik alokasi sumber daya, tenaga juga waktu.

Dalam tulisan kali ini, saya ingin lebih berfokus kepada alokasi waktu. Dengan sumber daya kita yang terbatas, 24 jam dalam sehari, maka kita perlu mengalokasikan waktu untuk ber-urban farming.

Bagi sahabat-sahabat yang sudah menjadikan urban farming sebagai profesi dan bisnis, maka alokasinya bisa lebih panjang dan serius, bahkan dapat melipatgandakan waktu dengan cara bekerjasama dengan orang lain atau membangun tim.

Namun bagi sahabat-sahabat yang berurban farming secara mandiri, menjadikan urban farming sebagai hobi, kalau hanya untuk keasyikan sesaat silakan saja dilakukan kapan pun Anda mau. Dan bila Anda ingin menjadikannya sebagai kegiatan yang bertahan lama dan berkelanjutan, mengalokasikan waktu untuk ber-urban farming menjadi sebuah hal yang perlu lebih direncanakan.

Bagi saya pribadi, prinsip alokasi waktu ini baru mulai diterapkan dalam masa-masa pandemi ini, saat salah satu mentor bisnis dan kehidupan saya mengingatkan tentang ‘blocking your time’.

Mengapa pada saat pandemi? Padahal selama ini juga waktu keseharian sudah lebih banyak di rumah. Ternyata saat berkegiatan di rumah dilakukan secara masif, suasananya menjadi berbeda. Urusan keluar rumah betul-betul hanya untuk memenuhi kebutuhan keseharian ke pasar, memasang instalasi hidroponik atau mengantar komposter. Urusan lainnya seperti meeting atau koordinasi dengan klien bisa dilakukan dari rumah.

Nah, karena ‘urusan lainnya’ ini bisa dilakukan dari rumah inilah yang membuat alokasi waktu atau ‘blocking your time’ menjadi lebih sangat penting. Mengapa penting? Karena semakin banyak hal yang bisa dan merasa perlu diselesaikan secara online.

Pertemuan-pertemuan lewat daring, baik komunitas maupun pengembangan diri, urusan belajar mandiri bersama PKBM untuk anak pertama, menyimak materi-materi pembelajaran maupun hiburan via Youtube dan Spotify, semakin melengkapi dan memadati jadwal keseharian, yang mana bila ber-urban farming tidak dialokasikan waktunya, seakan-akan saya tidak punya waktu lagi untuk itu.

Dengan padatnya aneka kegiatan, bisa jadi ber-urban farming menjadi sebuah kegiatan yang ‘enggan’ dilakukan. Karena apa? Karena kita menjadi khawatir waktu kita akan terserap lebih banyak ke sana. Sangat bisa dipahami karena kalau sudah mengurusi tanaman kita bisa jadi keasyikan dan lupa waktu. Ada yang pernah mengalaminya sebagaimana saya? xD

Karena itu saat ini, saya mengalokasikan waktu setidaknya 20 menit setiap harinya setelah olahraga dan menulis pagi untuk menyiram tanaman, membibit, mengecek nutrisi bahkan memanen hasil.

Yup, hanya 20 menit saja untuk aktivitas urban farming yang pokok. Kalau mau lebih, tentu boleh saja.

Katakanlah saat mengurusi tanaman, kita melihat ada hal-hal yang ingin dilakukan seperti menyiangi tanaman tomat yang sudah membesar, memindahkan bibit dari bak tanaman ke instalasi, menyetek tanaman mint, basil atau jinten, membongkar atau menambah media tanam untuk tanaman organik, atau mengurusi hama dengan pitesida maupun eco-enzyme, maka hal-hal di luar alokasi waktu tersebut perlu dijadwalkan dan direncanakan. Misalkan saya akan menambah 20 menit lagi untuk mengerjakan hal tersebut, namun akan saya lakukan di hari berikutnya, tidak di hari saya ingin melakukannya. Kecuali memang saya ingin segera mengalokasikan waktu yang berarti mengambil jatah waktu untuk kegiatan yang lainnya. 

Ya, semakin hari saya semakin melihat betapa dibutuhkannya alokasi waktu dalam ber-urban farming, agar keseharian kita bersama tanaman tidak menjadi rutinitas yang menjenuhkan, namun menjadi kegiatan terencana yang membahagiakan.

#selfreminderbanget

Cipinang Muara, 21 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline


Monday, July 20, 2020

KAPASITAS

by
Setiap dari kita niscaya telah membawa kapasitasnya masing-masing. Dan kapasitas itu, untuk segala urusan (rezeki, amanah, dan sebagainya), akan meningkat atau berkurang seiring perjalanan waktu, menyesuaikan setiap pilihan yang kita ambil setiap harinya.

Ada yang terlahir sudah di tengah keluarga petani atau peladang. Membenih, merawat, memanen sampai membenih lagi sudah ada di dalam darahnya dan lingkungannya. Dan ada yang terlahir di dalam keadaan sebaliknya, tidak terpapar dunia tanaman atau pertanian sama sekali. Hanya mengetahui tanaman dari hasil yang sudah tersedia di meja makan atau sekadar tanaman hias yang di halaman rumahnya.

Ya, setiap dari kita memiliki kapasitas dan kita memiliki pilihan apakah akan memperbesar atau membiarkan kapasitas tersebut tetap berada di dalam diri tanpa dioptimalkan menjadi sebuah karya yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

Demikian pula dalam dunia pertanian, khususnya dalam urban farming. Dan karena pengembangan kapasitas juga terkait dengan sumber daya sedang dimiliki saat ini, maka keputusan untuk mengembangkannya terletak pada diri kita masing-masing.

Tidak sedikit sahabat yang karena melihat aktivitas saya sebagai urban farmer, menganggap bahwa saya memiliki lahan luas sehingga bisa menjadi penyedia sayur hidroponik maupun organik yang bebas pestisida.

Terima kasih untuk doa dan perhatiannya ya sahabat semua. Sungguh saya meyakini bahwa saat ini, saat tulisan ini dituangkan, saya memiliki ilmu dan kapasitas untuk itu, untuk menjadi penyedia sayuran hidroponik dalam skala yang lebih besar. Dan mengingat bahwa makanan adalah sektor bisnis yang akan terus dibutuhkan di segala kondisi, baik dalam keadaan normal maupun tidak normal seperti suasana pandemi pada saat ini, maka saya bersyukur memiliki ilmu dan kapasitas ini.
Dan sampai saat ini, 200-an lubang tanam yang ada di rumah ternyata masih difungsikan untuk memenuhi kebutuhan sayuran untuk keluarga sendiri. Sesekali hasil panennya dihadiahkan untuk tetangga dan sahabat terdekat.

Dan karena kapasitas yang dimiliki ini pulalah yang membuat saya dapat melihat peluang-peluang menambah lubang di mana lagikah yang dapat dioptimalkan pada lahan lantai dua rumah saya.
Dan memang kita perlu membayangkan dahulu apa asyiknya menjadi petani dan penyedia sayuran, apa kebahagiaan yang dapat dirasakan saat bertukar sayuran dan menambah benih-benih silaturahmi baru saat mengantarkan sayuran yang dipesan baik secara langsung maupun melalui dunia maya. Agar apa? Agar lebih tergerak untuk segera mengeksekusi tambahan lubangnya.

Saat ini saya sedang membuat sebuah prototype rakit apung skala kecil yang lebih muat di lahan terbatas saya. Bila terlihat menjanjikan, semoga ke depannya akan lebih banyak lubang tanam di rumah, dan lebih banyak sayuran yang ditumbuhkan sehingga bisa lebih banyak berbagi hasil panennya.

Semangat!! :)

Cipinang Muara, 20 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Saturday, July 18, 2020

MENSYUKURI KEBERHASILAN-KEBERHASILAN KECIL

by

Karena urban farming adalah sebuah perjalanan yang akan dilakukan seumur hidup, maka niscaya penting untuk dapat senantiasa mensyukuri keberhasilan-keberhasilan kecil di dalam proses kesehariannya.

Tulisan ini lebih ditujukan untuk sahabat-sahabat yang sedang ingin memulai dan sudah menjalani urban farming skala rumah tangga, hobi maupun bisnis urban farming skala kecil. Tentu saja bagi sahabat-sahabat yang sudah memiliki bisnis bidang pertanian yang besar juga bisa mengambil hikmahnya.

Dalam sebuah bisnis yang sudah besar dan berjalan, tentu target-target jangka pendek, menengah dan panjang sudah lebih mudah terpetakan dan bisa dipecah menjadi target-target terukur yang perlu diselesaikan setiap harinya.

Bagaimana dengan urban farming skala rumah tangga? Yang saat tulisan ini dihadirkan, saya pun masih menjalankannya hari demi hari.

Inginkah saya mengelola sebuah lahan yang lebih besar dan menerjunkan diri dalam bisnis urban farming tersebut? Mengapa tidak? Dengan sistem hidroponik, dengan rangkaian upaya yang sederhana setiap harinya, saya bisa mendapatkan hasil yang berlipat ganda 3-4 minggu ke depannya.

Ilmunya sudah dimiliki dan dipraktikkan dalam skala kecil, tinggal diduplikasi dan diperbesar kapasitasnya.

Yup, dalam tulisan selanjutnya saya akan berbagi seputar kapasitas urban farming.

Kembali ke keberhasilan-keberhasilan kecil yang saya ingin capai setiap harinya. Keberhasilan seperti apakah?

Sesederhana berhasil menengok dan menyapa tanaman-tanaman saya setiap harinya.

Ya, sesederhana itu. Sudahkah kita menengok dan menyapa tanaman kita hari ini?

Saat menengok dan menyapa, niscaya kita akan melihat ada hal-hal yang perlu dilakukan untuk membuat tanaman-tanaman kita bisa berkembang dengan baik. Mulai dari menyiram, mengecek aliran air, mengatur kadar nutrisi, membersihkan hama dan gulma, bahkan mengatur ulang posisi agar mendapatkan asupan sinar matahari yang lebih optimal. Karena setiap bulannya, matahari mengalami pergeseran yang bisa jadi membuat kita perlu memindahkan tanaman agar mendapatkan sinarnya.

Keberhasilan kecil saya sedang saya lengkapi dengan membibit setiap hari. Seberapa banyak? Cukup 5-10 benih setiap harinya. Artinya hanya membutuhkan tidak sampai 1 menit untuk menyelesaikannya. Namun niat untuk menjadikannya itu yang perlu terus-menerus diperkuat. Dengan cara apa? Dengan cara menemukan alasan yang kuat mengapa itu harus dilakukan.

Dan mengapa hanya 5-10 benih setiap hari? Karena sekian netpotlah yang biasanya saya panen untuk memenuhi kebutuhan sayuran keluarga. Kalau ada lebih, maka bisa saya bagikan hasil panennya ke kerabat dan tetangga. 

Jadi, apa keberhasilan kecil Anda dalam ber-urban farming? Sudah menyapa tanaman Anda hari ini? :)

Cipinang Muara, 18 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Friday, July 17, 2020

JALAN BERSAMA

by


Usai pelatihan, saya dan Mbak Lala menghampiri Pak Ronny untuk foto bersama sekaligus sedikit bincang-bincang ekstra. Kebetulan Mbak Lala dan Pak Ronny berada di satu komunitas Green Design Community, jadi sepertinya mereka sudah saling mengenal.

Saat mengetahui bahwa aku adalah praktisi menanam organik, Pak Ronny mengatakan, “Bagus mas. Jalani keduanya ya.” Jadi, jangan karena menganggap hidroponik terlihat lebih bagus hasilnya dan lebih mudah prosesnya, lalu meninggalkan metode tanam organik, karena keduanya bisa dijalani bersamaan.

Nasihat itulah yang menjadi salah satu peganganku di dalam berurban farming sampai hari ini. Dikuatkan dengan pengalaman keseharian menemani sahabat-sahabat dalam menemukan bentuk urban farming terbaiknya selama setidaknya 3 tahun terakhir ini, saya semakin melihat bahwa setiap orang memiliki karakter dan kekuatannya di dalam menentukan bentuk urban farming seperti apa yang terbaik untuk mereka, yang sangat didukung dan dipengaruhi oleh faktor situasi dan lingkungan.

Jadi, mau organik, hidroponik, komposting, budikamber, aquaponik, biopori, vertical garden, apa pun metode dan istilahnya, semua bisa berjalan seiringan.

Tidak ada metode yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya, yang ada hanyalah metode yang lebih relevan dan sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu, pada saat ini, pada saat Anda mulai menjalani urban farming Anda.

Demikianlah tulisan ini, juga media-media sosial yang saya kelola, baik pribadi maupun mengatasnamakan Rumah Hijau atau #rumahhijaunet, semua bertujuan untuk menjadi sumber inspirasi juga menjadi teman seperjalanan bagi sahabat-sahabat yang sedang ber-urban farming dengan berbagai metode.

Saat tulisan ini dibuat, saya sedang mempersiapkan diri untuk mencoba budidaya ikan dalam ember ataupun akuaponik. Sudah pernah mencoba sebelumnya, namun masih belum memberikan hasil yang optimal.

Nah, semangat untuk menjaga konsistensi dari metode yang sudah ada sambil mencoba metode-metode baru inilah yang perlu kita pelihara bersama sebagai urban farmer. Boleh-boleh saya berfokus pada hasil, dan niscaya akan jauh lebih menyenangkan saat kita berfokus pada proses, pada keberhasilan-keberhasilan kecil yang kita capai setiap harinya.

Apa keberhasilan kecil yang saya syukuri setiap hari dalam urban farming? Di tulisan berikutnya ya :) 

Cipinang Muara, 18 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Thursday, July 16, 2020

BERKENALAN

by

“Ndit, mau ikut pelatihan hidroponik di Cibubur? Pergi sama mbakmu. Aku traktir.” Demikian ucapan kakak iparku, Mas Aar, suatu pagi. Saat itu aku sudah mulai asyik menikmati hari-hariku berkebun secara organik, bercengkrama hangat dengan polybag, media tanam dan tentu saja pupuk-pupuk hasil komposting sampah rumah tangga.

Tentu saja aku mau. Mempelajari hal baru yang sedang diminati sungguh memberi semangat tersendiri.

Maka pergilah aku dan kakakku, Mbak Lala, ke Pelatihan Hidroponik yang dimentori oleh Pak Ronny Tanumihardja dan Ibu Bertha Suranto.


Di sana, seperti ada lampu-lampu yang menyala di dalam kepala. TING! TING! TING! TING! Wow, ini betul-betul metode yang sangat menarik. Mengapa menarik? Karena bisa memberi pilihan solusi untuk teman-teman yang ingin berkebun namun masih mempertimbangkan beberapa alasan: tidak suka kotor, takut cacing, super sibuk sehingga tidak sempat menyiram, dan berbagai alasan organik lainnya.

Investasi di awal berhidroponik memang terlihat lebih seru (bagi yang membuat instalasi sendiri) atau tidak murah (bagi yang ingin memesan instalasi), namun itu hanya sekali di awal, dan selanjutnya menjadi lebih mudah karena tidak perlu menyiram setiap hari. Cukup mengecek jumlah air dan nutrisi sesuai usia tanaman setiap harinya, sudah, bisa ditinggal dan dinikmati hasilnya 3-4 minggu kemudian untuk jenis tanaman sayuran.

Jadi, mau pilih berkebun ala apa? Hidroponik atau organik? ;) 

Cipinang, 16 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer
#hidroponik

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

FRESH FROM YOUR GARDEN BERSAMA KAK LENA DARI KEBUN PAHLAWAN

by

Bincang-bincang saya dengan kak Lena Karolina dan kak Robert Bambang Kuspriyatna, yang ternyata telah memenuhkan waktunya untuk memfungsikan lahan di Kebun Pahlawan.

Super salut dengan dedikasi dan semangatnya 👍🌱

Bagi sahabat yang ingin memperkenalkan urban farming metode organik kepada anak-anaknya, pelatihan bersama Kebun Pahlawan Sepuluh sangat direkomendasikan.

Silakan langsung kontak kak Lena untuk ketersediaan seat, karena peserta terbatas disebabkan PSBB yang masih berlaku di Jakarta.

Terima kasih inspirasinya ya, kak Lena. Bila PSBB berakhir, mohon permisi saya grebeg kebunnya ;)

#urbanfarming
#organik
#kebunpahlawan



Wednesday, July 15, 2020

BERBAGI

by

Siapa menyangka bahwa teknologi dokumentasi dan berbagi saat ini berkembang begitu pesat, sehingga untuk melakukannya menjadi lebih mudah.

Dan kebahagiaan yang saya rasakan saat melihat benih-benih yang saya tanam mulai bertumbuhan ingin saya dokumentasikan. Hari demi hari, baik proses komposting maupun bertanam sayuran organik saya dokumentasikan di media sosial. Tidak bertujuan untuk mencari jempol dan komentar dari sahabat-sahabat netizen, namun untuk menjadi catatan dan pengingat betapa setiap momen ada langkah dan pencapaiannya.

Dan berkat dokumentasi sekaligus berbagi ini saya dikenal sebagai urban farmer yang memanfaatkan lahan sempit di rumah oleh sebagian teman-teman saya, khususnya teman satu SMA. Dan saya diundang untuk hadir menjadi salah satu narasumber saat kumpul-kumpul reuni di salah satu rumah makan di bilangan Jakarta Timur yang dikelola oleh teman SMA.

Akhirnya, semua kembali kepada niatannya, semua kembali kepada untuk apa kita menanam, mendokumentasi dan membagikannya. Dan sungguh bersyukur niatan saya untuk menginspirasi bahwa kita bisa menjadikan lahan sempit di rumah menjadi menghasilkan, plus juga bisa berkontribusi menjaga lingkungan melalui proses komposting membawa saya sampai di titik sekarang ini, menjadi sahabat, edukator dan motivarmer untuk teman-teman yang ingin memulai dan menjalani urban farming.

Karena ber-urban farming adalah sesuatu yang akan kita lakukan sepanjang kehidupan kita, selama kita ingin menjadi bagian dari manusia-manusia yang memakmurkan bumi tempat tinggal kita bersama.

Cipinang, 15 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Tuesday, July 14, 2020

KASIHAN

by
Itulah yang muncul dalam benak saya saat melihat benih-benih kangkung yang sprout di dalam polybag.

Kasihan kenapa? “Kasihan kalau kena matahari terlalu banyak, kan masih kecil.”

Dan 2-3 hari setelahnya saya melihat benih-benih itu semakin tinggi menjulang, semakin kutilang (kurus, tinggi, langsing), dengan batang yang lemah seperti toge, tidak mewujud seperti kangkung yang saya harapkan, dan kemudian berguguran bibitnya.

Bersyukur saat itu saya hidup di era di mana mencari informasi melalui internet adalah sesuatu yang membuat pencarian tips-tips aneka solusi menjadi lebih mudah.

Dan saya menemukan bahwa benih tanaman yang baru sprout justru perlu segera dijemur matahari sebanyak mungkin.

Ooh begitu ya. Ternyata kasihan yang saya rasakan tidak pada tempatnya. Saya merasa kasihan kalau benih-benih yang masih kecil itu terpapar matahari, padahal justru kasihan mereka yang tidak terkena matahari.

Sekali lagi semua kembali kepada tujuannya. Kalau yang dituju adalah menjadi microleaf atau toge, maka sah-sah saja membiarkan mereka menjadi bibit-bibit yang kutilang. Namun bila yang dituju adalah tanaman kangkung yang berdaun dan berbatang seperti yang dijumpai di pasar, maka mempertemukan sinar matahari sesegera mungkin saat benih sudah mulai sprout menjadi penting, bahkan sangat penting dan menentukan.

Begitulah ternyata rasa kasihan pun membutuhkan ilmu agar hasil yang diharapkan dapat tercapai.

Sebagaimana rasa kasihan kita terhadap anak yang terjatuh. Rasa hati tentu ingin segera menolong dan menggendongnya serta menghiburnya, bahkan menyalahkan lantainya.

Apakah sikap itu akan membantu memberikan asupan jiwa terbaik untuk kehidupannya? Bila terus-menerus, bisa jadi tidak. Seorang anak bisa menjadi ‘kutilang’, melemah di fondasi kehidupannya karena tidak terbiasa mengatasi tantangannya dan mengambil tanggung jawab atas setiap peristiwa yang terjadi di hadapannya.

Bagaimana dengan tangisannya? Itu pun bagian dari proses belajar mengelola diri, seberapa lama perlu menyalurkan rasa sakit yang dirasakan dalam bentuk tangis, dan seberapa cepat dia belajar dan bangkit dari peristiwa tersebut.

Ya, kasihan akan menjadi melemahkan atau memperkuat bila diberikan sesuai konteksnya, sesuai tujuannya.

Jadi, sekarang saya merasa kasihan terhadap benih-benih saya yang telat jemur karena tidak ingat kalau sedang membibit x)

Cipinang Muara, 14 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Monday, July 13, 2020

BERKEMBANGAN

by
Pupuk cair diperoleh, pupuk padat didapat.

Lalu untuk apa keduanya, sementara saya tidak memiliki tanaman lain selain tanaman-tanaman hias peninggalan eyang pada saat itu?

Maka merekalah yang mendapatkan rezeki tersirami oleh pupuk cair hasil komposting sampah rumah tangga saya.

Dan saya menyaksikan tanaman-tanaman itu berkembangan. Yang terlihat jelas perkembangannya pada saat itu adalah pada tanaman lidah buaya, yang tadinya terlihat biasa-biasa saja terlihat semakin membesar dan menggendut batang-batangnya.

Ya, pupuk-pupuk hasil komposting sampah rumah tangga terlihat memberi efek positif yang luar biasa untuk tanaman-tanaman di rumah saya.

Dan sampailah suatu hari saya berkesempatan untuk mengunjungi sebuah pertanian organik dan hidroponik di daerah puncak bersama komunitas homeschooling yang saya ikuti. Dan di sanalah jiwa petani saya yang selama ini ‘terabaikan’ seperti tersirami lagi, terpupuki lagi dan berkembangan lagi.

Di sana saya melihat bagaimana dengan bermodalkan polybag saya bisa menanam sayuran dan menikmati hasilnya. Artinya? Tidak membutuhkan lahan yang luas untuk bisa menikmati hasil bumi, hasil dari tanaman, sebagaimana yang ada di dalam pemikiran saya dahulu.

Maka kembalilah saya ke rumah membawa beberapa polybag tanaman selada juga benih-benih sayuran seperti kangkung, sawi, tomat dan selada.

Semua benih saya tanam di polybag dan wadah semai. Dan dari sanalah perjalanan saya kembali menjadi petani dimulai :)

Cipinang Muara, 13 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Sunday, July 12, 2020

HEBATNYA TANAMAN MINT

by

Hebatnya tanaman mint dengan daya tumbuhnya. 

Asalkan mendapat nutrisi, air dan matahari yang cukup, mereka bisa berkembang biak dengan subur. 

Karena didiamkan berbulan-bulan, akarnya mulai memadati pipa dan akhirnya kemarin diputuskan untuk menyetel ulang tanaman mint dengan cara menyetek lagi batang-batang yang keras, dan mencabut semua tanaman dari instalasi. 

Dan bersyukur beberapa polybag tanaman mint yang dipesan sudah berpindah tangan ke rumah sahabat. Semoga bisa bermanfaat dan menghijaukan di sana ya 😃🙏🌱

#rumahhijaunet 
#mint
#tanamanmint
#urbanfarming 
#hidroponik 

KOMPOSTING DAN HOMESCHOOLING

by

Kalau sudah ngobrol dengan keluarga ini seperti tidak akan ada habisnya. 

Mungkin salah satunya karena anak kami seumuran banget, hanya beda dua hari waktu kelahiran. Salah duanya karena kami sama-sama memilihkan jalur homeschooling untuk anak-anak kami, sehingga refleksi dan saling update informasi mengenai dunia pendidikan, baik formal maupun informal, khususnya di masa pandemi ini menjadi obrolan yang seru sampai hampir tengah malam. 

Terima kasih silaturahmi dan ngobrol-ngobrolnya, kak Yudha dan kak Dian @ganggansweet . Dan terima kasih sudah ikut ambil bagian menjadi manusia-manusia yang memilah dan mengolah sampah organiknya dengan menggunakan komposter dari Rumah Hijau, lengkap dengan dudukan dari baja ringannya. 

Karena homeschooling dan komposting bisa menjadi sarana menanam kebijaksanaan kepada anak-anak kita, yang keduanya bisa dijalankan bersamaan 😉👍🌱

Ada yang mau ikutan punya komposter? Atau mau didampingi belajar komposting via online? 

Silakan klik link berikut ya:

Semoga bermanfaat 😃🙏🌱

#rumahhijaunet 
#komposter 
#komposting 
#urbanfarming 
#homeschooling 

BAHAGIA

by
Ada yang mengatakan bahwa bahagia bukanlah sebuah tujuan, karena untuk mencapainya tidak membutuhkan waktu lama. Ya, kita bisa menjadi bahagia saat ini juga, saat Anda membaca tulisan ini :)

Sudah merasa bahagia? :D

Ya, bahagia kabarnya adalah sebuah kondisi yang bisa kita hadirkan saat ini juga. Dan kita juga yang dapat menentukan apa yang membuat kita bahagia. Bahkan berbahagia pun juga bisa tanpa sebab. Berbahagia saja ;)

Dan saat saya menulis ini, saya bersyukur karena bisa menghirup satu tarikan nafas, menghembuskannya lagi, dan terus melakukannya lagi dengan leluasa.

Terbayang seseorang yang untuk menarik nafasnya menjadi tidak leluasa, bahkan membutuhkan alat bantu. Begitu luar biasanya organ tubuh yang bernama paru-paru, yang menjadi jalan masuk oksigen dan keluarnya karbondioksida dari tubuh kita.

Mengapa tema bahagia ini saya angkat? Apa kaitannya dengan kebijaksanaan bertani urban atau urban farming wisdoms yang sedang saya kumpulkan tulisan demi tulisannya ini? Karena sungguh kebahagiaan saya bertambah saat menemukan solusi untuk memilah dan mengolah sampah rumah tangga yang saya hasilkan.

Saat saya menulis ini, saya baru saja kembali dari berbelanja di pasar tradisional di dekat rumah. Melihat sampah yang menumpuk di TPS pasar, melihat pola belanja orang-orang di sekitar saya yang masih memakai plastik-plastik sekali pakai untuk berbelanja telur, tahu dan sejenisnya, membuat saya bersyukur dan berbahagia karena telah berupaya melakukan sebuah hal sederhana di dalam keseharian saya: memilah sampah organik dan mengolahnya.

Karena setelah sampah organik yang dipilah, dicacah, diberi MOL dan penggembur lalu dimasukkan ke dalam tong komposter, dalam waktu 2 minggu saya sudah mendapatkan pupuk cair hasil komposting yang bisa bermanfaat untuk kesuburan tanah di sekitar rumah saya.

Dan saat komposter penuh, saya bisa memanen pupuk padat yang betul-betul berasal dari sampah organik yang dihasilkan oleh keluarga. Kulit buah, kulit telur, sisa potongan sayuran, tulang-belulang ikan maupun ayam, ampas kopi dan teh, daun pisang, dan semua material organik berolah menjadi menghitam seperti tanah dalam waktu yang relatif tidak lama, hanya 1 bulan.

Sahabat, sampah yang terpilah dan terolah bisa kembali menjadi manfaat. Bukankah itu membahagiakan? :)

Cipinang Muara, 12 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Saturday, July 11, 2020

PENGGEMBUR

by
Nah, ini dia.

Mengapa ini dia? Karena inilah jawaban atau solusi utama dari tantangan-tantangan terbesar dalam melakukan komposting.

Apa saja sekiranya tantangan terbesar dalam komposting?

Biasanya tidak jauh-jauh dari menghadapi aroma sampah organik yang kurang sedap atau munculnya binatang-binatang pengurai seperti belatung atau larva BSF (Black Soldier Fly).

Dan solusi itu ada pada menjaga kadar kelembaban sampah organik.

Karena aroma yang kurang sedap dan belatung yang berlebihan terjadi saat sampah terlalu basah. Dan cara menguranginya adalah dengan memberikan penggembur.

Apa saja material yang bisa dijadikan penggembur?

Secara umum, material penggembur adalah bahan organik yang kering, yang dapat menyerap air seperti serbuk kayu, abu gosok, daun kering dan sejenisnya.

Cara mengaplikasikannya tinggal masukkan ke dalam tempat sampah organik atau komposter saat aroma dirasakan terlalu kuat kurang sedapnya atau saat hewan pengurai dirasakan terlalu banyak dan mengganggu pemandangan.

Setelah ditambahkan, biasanya dalam waktu sehari perubahannya sudah mulai terasa.

Dan pemberian material penggembur juga akan berpengaruh terhadap hasil pupuk padat dan cair yang dihasilkan. Semakin terjaga kelembaban sampah organiknya, semakin bagus hasilnya.

Jadi semakin asyik kan melakukan komposting saat mulai menemukan solusi dari setiap tantangan? ;)

Cipinang Muara, 11 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Friday, July 10, 2020

MOL

by
Apa yang membedakan proses komposting yang terjadi secara alami dengan proses komposting yang diintervensi oleh olah pikir dan karya manusia? Dari sisi kecepatan mendapatkan hasilnya.

Selembar kulit pisang, bila kita letakkan di atas padang rumput, dengan asumsi tidak terjadi hujan deras yang melembabkan kulit pisang tersebut, maka kulit pisang akan membusuk dan menghitam dan akhirnya bersatu dengan tanah dalam jangka waktu lebih dari dua minggu.

Melalui proses komposting, waktu yang dibutuhkan untuk membusuk dan menghitam dan akhirnya memiliki tekstur seperti tanah bisa menjadi lebih cepat. Dalam waktu 10 hari, kulit pisang tersebut bisa terolah menjadi pupuk padat yang memiliki zat-zat yang bisa membantu menutrisi tanah atau media tanam.

Apa yang membuat proses itu menjadi lebih cepat? Memberikan mikroorganisme lokal atau MOL kepada sampah organik tersebut adalah salah satunya.

Dalam pembusukan, bakteri-bakteri pembusuklah yang mengambil peran untuk melakukan itu. Dan di dalam MOL, telah tersedia bakteri-bakteri yang memang dihadirkan khusus untuk membantu mempercepat proses pembusukan sehingga tidak dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan komposting.

Karena itu pemberian MOL menjadi salah satu langkah penting yang perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil kompos yang optimal, baik dalam bentuk padat maupun cairnya.

Nah, bagaimanakah cara membuat MOL? Banyak metode yang bisa dilakukan. Salah satu yang saya lakukan sehari-hari di rumah adalah dengan mencampurkan air beras cucian pertama dengan gula putih/merah sebagai aktivatornya, lalu didiamkan dalam botol plastik selama 14 hari sebelum digunakan.

Sesekali botol penutupnya dibuka sedikit untuk mengeluarkan kandungan gas yang dihasilkan agar terhindar dari letupan keras gas yang memaksa keluar dari wadah yang tertutup rapat.

Apakah campuran MOL yang belum mencapai usia 14 hari sudah bisa digunakan karena sudah waktunya untuk melakukan komposting? Secara prinsip tentu boleh-boleh saja. Karena sampah yang dikompos dengan calon MOL akan lebih baik hasilnya daripada sampah yang tidak diberi apa-apa sama sekali.

Berapakah kadar formula untuk membuat MOL? Yang biasa saya gunakan di rumah adalah 1-1,5 liter air beras cucian pertama dengan 1 sendok makan gula pasir/merah.

Bagaimana? Mudah, bukan, cara membuat MOL? ;)

Cipinang Muara, 10 Juli 2020 

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan langsung klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Thursday, July 9, 2020

DICACAH

by
Apa langkah selanjutnya setelah sampah terpilah? Mencacah sampah.

Ya, sampah organik yang ingin diolah perlu dikurangi ukuran panjangnya dengan cara dicacah. Alatnya bisa menggunakan pisau dan talenan, atau alat favorit saya adalah gunting tanaman yang berwarna merah-hitam yang bisa diperoleh di toko-toko daring.

Mencacah sampah ternyata memang membantu sampah-sampah organik menjadi lebih cepat terurai, mau menggunakan metode komposting yang mana pun.

Berdasarkan pengalaman, setidaknya ada 3 jenis sampah dapur yang memang perlu dicacah. Mengapa perlu dicacah? Karena bentuknya tidak berubah banyak saat terkompos di dalam komposter.

Sampah-sampah apa sajakah itu? Bonggol jagung, tulang ayam bagian kaki dan daun pisang. Di antara mereka juga ada batang-batang serai dan daun-daun jagung yang perlu dipotong lebih halus.

Mencacah sampah organik skala rumah tangga memang menjadi tantangan bila dilakukan saat sampah sudah terlalu banyak, kecuali memiliki alat pencacah sampah dengan kapasitas besar yang bisa mencacah sampah dengan cepat.

Maka tipsnya adalah bersegera untuk melakukan pencacahan saat sampah masih dalam keadaan segar dan belum masuk tempat sampah organik atau komposter. Misalkan saat bonggol jagung akan dibuang, saya mengambil pisau daging dan talenan untuk membagi bonggol jagung menjadi 6-8 bagian, tergantung besar bonggolnya, baru dimasukkan ke tempatnya.

Bagaimana nasib akhir dari bonggol jagung yang sudah dicacah? Ia akan memiliki bentuk dan tekstur yang sama, hanya saja lebih kisut dan keriput, dan bentuk-bentuk seperti inilah yang akan membantu membuat rongga di dalam media tanam sehingga oksigen bisa bergerak, cacing-cacing tanah bisa berkembang-biak dan tanaman pun menjadi semakin subur.

Jadi, yuk mulai mencacah sampah rumah tangga kita sebelum diolah :) 

Cipinang Muara, 9 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Untuk mengikuti pelatihan komposting secara online, silakan klik link berikut:
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Tuesday, July 7, 2020

MEMBAWA MANFAAT

by
Bukan hanya sekadar ‘bukan masalah’, kini sampah telah menjadi salah satu sumber manfaat, setidaknya di rumah tempat saya tinggal.

Sampah organik yang terpilah dengan sampah anorganik membuat masing-masing memberi manfaat yang luar biasa di dalam keseharian.

Mengapa disebut ‘luar biasa’, karena diperbandingkan dengan sebelumnya saat sampah tercampur, tidak terpilah, beraroma busuk dan membuat enggan para penghasil sampah untuk mengolahnya.

Para petugas kebersihan melakukan itu karena memang itulah pekerjaannya, karena itulah mereka dibayar, dengan segala risiko dan tantangannya. Secara umum tugas mereka hanyalah memindahkan tumpukan sampah dari satu tempat ke tempat yang lain, tanpa memikirkan akan jadi apa sampah yang menumpuk itu di tujuan.

Kembali ke manfaat, sampah anorganik yang terpilah pun memberikan manfaat. Saat diberi perhatian tambahan dengan memilah sesuai jenisnya, seperti kertas, kardus, duplek, botol plastik, botol kaca, emberan (aneka plastik keras), maka setiap materinya bisa ditabung di bank sampah terdekat di tempat tinggal kita.

Belum tahu apakah ada bank sampah di sekitar Anda? Atau Anda ingin menjadi inisiator pendiri bank sampah di lingkungan Anda? Silakan berkonsultasi dan berkoordinasi dengan ASOBSI (Asosiasi Bank Sampah Seluruh Indonesia) di mana Mbak Wilda menjadi salah satu penggagasnya.

Sampah anorganik yang terpilah pun juga bisa kami manfaatkan kembali. Kardus-kardus bekas menjadi material prakarya anak-anak, demikian juga botol-botol plastik bisa menjadi tempat untuk menampung pupuk cair atau eco-enzym. Bisa juga dijadikan eco-brick.

Sungguh sampah memberikan begitu banyak manfaat, dengan catatan sudah terpilah.

Cipinang Muara, 7 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet
bit.ly/PelatihanKompostingOnline

Monday, July 6, 2020

BUKAN LAGI MASALAH

by
Maka sejak hari itu saat saya bertemu dengan Mbak Wilda, hari ini saat saya menuangkan catatan ini, hari di mana Anda ikut membaca tulisan ini, dan semoga untuk seterusnya, saya telah memandang sampah dengan cara yang berbeda. Sampah bukan lagi masalah, namun sampah adalah bagian dari kehidupan kita yang perlu kita kelola agar tidak betulan menjadi masalah.

Sebagaimana buang air kecil dan buang air besar yang menjadi bagian dari keseharian kita, tentu tidak menjadi masalah saat apa yang kita hasilkan setiap hari itu dapat kita kelola. Bukankah demikian?

Dapatkah Anda bayangkan bila ‘ampas harian’ kita tidak terkelola dan terpilah dengan benar? Apa yang akan terjadi, misalnya, tinja kita bercampur dengan sampah rumah tangga yang ada di tempat sampah kita? Atau bilamana tinja kita dibuang begitu saja di selokan air? Satu orang yang melakukan, mungkin efeknya tidak terasa. Begitu berjuta orang melakukan hal yang sama setiap harinya selama bertahun-tahun, maka hal itu niscaya akan menjadi masalah.

Bagaimana, sudah mulai terbayang? 😆

Demikian pula pikiran dan perasaan kita. Sebagai manusia yang kodratnya tidak terlepas dari kelemahan dan kelalaian, niscaya terdapat pikiran, emosi atau perasaan negatif yang muncul dan bisa mencemari pikiran kita secara keseluruhan dan niscaya itu pun akan berefek kepada kesehatan fisik kita.

Mengelola emosi di dalam pikiran, ternyata ada ilmunya. Mengelola sampah di dalam keseharian, pun ada ilmunya.

Dan tentu kita tidak perlu menunggu sampah-sampah kita menjadi masalah, bukan, untuk mempelajari ilmu-ilmu seputar pemilahan dan pengolahan sampah?

Karena di beberapa negara, sistem pemilahan dan pengolahan sampah sudah cukup maju dan tertata. Di Indonesia, pada saat saya menuliskan catatan ini, sudah dan semakin banyak praktisi dan yang peduli terhadap pemilahan dan pengolahan sampah. Gaya hidup zero-waste, edukasi seputar komposting, bahkan ada perusahaan yang memang bergerak di bidang itu, memberikan titik terang bahwa Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ini akan semakin makmur bila kita dapat menjadikan pemilahan dan pengolahan sampah ini menjadi bagian dari keseharian kita, yang kita kelola baik secara mandiri maupun bersama-sama dengan penuh tanggung jawab.

Tentu gerakan ini akan semakin masif dan komprehensif saat pemerintah yang memiliki kemampuan membuat regulasi dan menggerakkan masyarakat terlibat secara super aktif, penuh komitmen dan konsisten untuk sebuah tujuan jangka panjang yang lebih besar: Indonesia lebih peduli sampah di tahun 2045.

Kebetulan saat menuliskan catatan ini, saya adalah praktisi komposting rumah tangga secara mandiri, tidak (mungkin belum) masuk di dalam lingkaran pemerintahan yang memiliki kesempatan dan peluang untuk memasifkan gerakan pemilahan dan pengolahan sampah di negara kita.

Dan sebagai praktisi mandiri, saya berupaya menginspirasikan semakin banyak sahabat agar mau turut peduli dan melakukan proses komposting di rumahnya masing-masing.

Selain melalui berbagi tulisan, status dan keseharian seputar komposting melalui blog dan media sosial yang saya miliki, terhadirkanlah Pelatihan Komposting Online (bit.ly/PelatihanKompostingOnline) agar dapat menjangkau lebih banyak sahabat di mana pun yang ingin bersama-sama memilah dan mengolah sampah organiknya sesuai dengan kebijakan lokal di tempatnya masing-masing.

Karena saat kita melakukannya bersama-sama, semoga impian Indonesia menjadi negara yang lebih peduli terhadap sampah, memiliki lingkungan yang lebih bersih dan sehat, akan semakin dekat dan semakin terwujud.

Aamiin 🙏🌱

Cipinang Muara, 6 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Sunday, July 5, 2020

MASIH SEPUTAR DAUN MINT

by

Masih seputar daun mint.

Sungguh bersyukur saat ada sahabat yang berkenan datang untuk mengadopsi tanaman-tanaman mint yang bertumbuhan di rumah. 

Terima kasih ya, kak @sarjan577 , sudah datang jauh-jauh dari Bekasi untuk menjemput tanaman mint pesanannya. Semoga infused water-nya jadi makin maknyuss 😃👍🌱

#rumahhijaunet 
#urbanfarming 
#hidroponik 
#mint
#daunmint 

SUDUT PANDANG

by
Ada dua orang sedang memandangi sebuah obyek yang sama. Yang satu bersikeras bahwa obyek itu adalah angka 6, yang satu bersikeras juga bahwa yang dilihatnya adalah angka 9.

Dari ilustrasi ini, sudah bisa kita simpulkan bahwa keduanya tidaklah salah, hanya saja mereka melihat dari sudut pandang yang berbeda.

Analogi lainnya seperti seseorang yang berkacamata kuning dan seseorang lainnya berkacamata merah. Saat memandang obyek berwarna putih, tidaklah heran bila keduanya bersikeras bahwa obyek tersebut memiliki warna sesuai dengan apa yang dilihatnya melalui kacamatanya masing-masing.

Melalui Mbak Wilda, saya belajar bagaimana seseorang bisa melihat sampah dari sudut pandang yang lain. Bila ada yang menganggap sampah itu sumber masalah, Mbak Wilda memiliki sudut pandang bahwa sampah adalah berkah. Dengan catatan bila diperlakukan dengan benar.

Bagaimanakah cara memperlakukan sampah dengan benar? Diawali dengan memilahnya sesuai dengan jenisnya.

Pemilahan ini pun juga bertingkat-tingkat. Level pertama (dan ini adalah level yang paling terpenting) adalah memilah antara organik dan anorganik. Karena penumpukan sampah diakibatkan keengganan manusia untuk mengurusi sampah karena tercampur antara organik dan anorganik.

Karena bila terpilah, setiap jenis sampah bisa diolah dan kembali mendatangkan manfaat bagi manusia.

Sudut pandang ini terlihat sederhana, namun begitu fundamental di dalam melihat dan memperlakukan sampah kita setiap harinya.

Cipinang Muara, 5 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Saturday, July 4, 2020

BIBIT MINT SUDAH SIAP PINDAH

by



Senangnya melihat bibit-bibit mint sudah siap pindah ke instalasi.

Mint termasuk tanaman di rumah yang mudah tumbuh dan mudah berkembang biak dengan cara distek.

Ada yang berminat punya bibitnya? 😉👍

Asyiknya berhidroponik 😊

#rumahhijaunet
#urbanfarming
#hidroponik
#mint



ASYIKNYA PANEN ANEKA SELADA

by



Panen aneka selada hari ini. Dan bibit-bibit yang sudah siap masuk instalasi sebelum melayu.

Asyiknya berhidroponik 😉👍🌱

#rumahhijaunet
#panen
#selada
#romaine
#redrapid
#urbanfarming
#hidroponik



PERTEMUAN

by


Kegelisahanku itu kusampaikan kepada kakakku. Kebetulan kami tinggal satu rumah sehingga sampah yang dihasilkan adalah limbah rumah tangga keluarga kami berdua.

Kebetulan juga, Mbak Lala, kakakku berteman dengan salah seorang praktisi pemilahan dan pengolahan sampah. Mereka pernah berada satu panggung untuk menerima penghargaan dari salah satu media sebagai wanita-wanita yang menginspirasi melalui bidangnya masing-masing. Kakakku di bidang digital, sedangkan sahabatnya ini di bidang lingkungan.

Tidak lama setelah dihubungi, sahabat Mbak Lala ini datang ke rumah membawa satu buah tong berwarna hijau, yang sudah dimodifikasi sehingga memiliki pintu di salah satu sisinya, saringan di dalamnya, dan pipa berlubang di tengah tongnya.

Sebagai penggiat di bidang lingkungan, penampilan sahabat Mbak Lala ini memang berbeda. Tetap tampil berdandan modis, bersepatu hak dan berkacamata hitam, namun begitu bersemangat dalam menyampaikan edukasi pemilahan dan pengolahan sampah rumah tangga.

Bahkan saat mencontohkan mencacah sampah organik, memberikan bakteri, penggembur dan memasukkannya ke dalam komposter, beliau tidak mengenakan sarung tangan. Baginya, sampah adalah bagian dari kehidupan kita yang tidak perlu ‘dijijiki’ secara berlebihan. Apalagi bila sampah yang diolah masih baru, maka proses pengolahan sampah tidaklah menjadi menantang karena aroma dan tekstur sampah yang lebih beraroma.

Ya. Itulah pertemuan pertama saya dengan Mbak Wilda Yanti, CEO dari PT Xaviera Global Synergy, yang menjadi mentor saya dalam hal komposting.

Sebuah pertemuan yang menghantarkan saya menjadi semakin bersyukur dan berbahagia karena mendapatkan solusi untuk mengolah sampah rumah tangga yang telah terpilah.

Cipinang Muara, 4 Juli 2020

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

=========

Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet

Friday, July 3, 2020

GELISAH

by
Keinginan untuk menjadi petani, untuk memberikan secercah kontribusi bagi bangsa agar semakin mandiri pangan membawaku menjadikan Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai pilihan pertama untuk tujuan kuliahku. Dua pilihan lain kupilih sekadarnya saja. Bahkan aku tidak ingat aku memilih jurusan apa untuk pilihan kedua dan ketiganya, sangking begitu fokusnya aku ingin jadi petani. Dan syukurlah aku berhasil masuk ke jurusan Agronomi IPB sebagai pilihan pertama.

Yup, menjadi petani sudah menjadi tujuan hidupku saat itu.

Dan siapa menyangka bahwa pada saat itulah aku merasakan suasana perkuliahan ternyata kurang sesuai dengan apa yang kuharapkan. Bukan menganggap sistem perkuliahan itu kurang bagus, hanya saja dirikulah yang sepertinya tidak sejalan dengan apa yang kupelajari pada saat itu.

Tahun pertama yang dipenuhi dengan mengulang pelajaran-pelajaran saat SMA dan minim praktik lapangan, membuatku memutuskan untuk belajar lebih banyak hal di luar bangku kuliah.

Dan perjalanan hidup membawaku malah tidak terlalu banyak berkecimpung dalam dunia pertanian. Menulis, percetakan, distribusi, digital production menjadi hal-hal yang banyak kupelajari.

Sampai suatu hari, aku mendapati betapa gelisahnya aku saat melihat tempat sampah di depan rumah tinggalku selalu berantakan bila habis diacak-acak pemulung.

Sebetulnya peristiwa ini sudah sering terjadi, namun entah mengapa pada saat itu rasa kegelisahan itu begitu memuncak. Aroma busuk dari tempat sampah yang kurapikan begitu menggelisahkan.

Dan muncullah pertanyaan itu, “Apa yang perlu kulakukan supaya tempat sampah ini tidak bau?”

Dan memilah sampah adalah jawabannya. Ya, sampah rumah tanggaku perlu dipilah supaya aku tidak mengalami penderitaan seperti ini ke depannya.

#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer

Thursday, July 2, 2020

DI MANA ADA KEMAUAN, DI SITU ADA JALAN

by
Itulah yang saya rasakan saat berada di lantai paling atas rumah kak @neniummualfi yang baru saja selesai direnovasi. Rangka atap diperkokoh dengan baja ringan untuk menyangga fiber-fiber bening agar sinar matahari dapat masuk tanpa halangan, menutrisi aneka tanaman baik hias maupun konsumsi yang berada di sana. 

Di sana pula komposter keluaran Rumah Hijau berada, mengolah sampah rumah tangga kak Neni yang cukup melimpah karena memiliki usaha katering juga. Sungguh bersyukur melihat pupuk padat hasil komposting yang menghitam bernutrisi di sebelah tanah yang ditumbuhi bibit-bibit cabai.

Dan untuk melengkapi kehijauan di rooftop-nya, telah terpasang instalasi hidroponik DFT 20 lubang. 

Dari kak Neni saya kembali belajar betapa ketika semangat untuk urban farming dan komposting itu hadir, seberapa tidak luas lahan yang dimiliki, niscaya selalu ada jalan untuk mewujudkannya. 

Selamat menikmati sayuran hidroponik dari kebun sendiri ya kak Neni dan Alfi. Salam hormat untuk keluarga dan ditunggu foto-foto perkembangan sayuran dan panennya ya 😃🙏🌱

#rumahhijaunet 
#hidroponik 
#urbanfarming 
#BerkebundiRumah 

Sekali Pakai vs Berkali Pakai

by

Sahabat, tahukah Anda bahwa kantong plastik diciptakan pada mulanya untuk menyelamatkan bumi?
Ketika manusia bertambah banyak dan kebutuhan untuk membawa material dari satu tempat ke tempat lainnya juga meningkat, maka kantong kertas menjadi salah satu alat untuk membantu hal tersebut.
Kertas yang terbuat dari pohon pun semakin banyak diproduksi dan dibutuhkan. Artinya, semakin banyak pohon yang ditebang untuk kebutuhan membuat kantong kertas yang cenderung tidak tahan lama karena akan rusak bila terkena air.
Maka dicarilah solusi agar pohon-pohon yang menjadi penyedia oksigen dan makanan bagi manusia tidak berkurang lebih banyak lagi. Dan ditemukanlah kantong plastik yang pertama kali dibuat oleh ilmuwan asal Swedia, Sten Gustaf Thulin, yang penemuannya dipatenkan pada tahun 1965.
Mengapa plastik? Karena plastik tahan air dan tahan lama, sehingga kantong tersebut bisa dipakai berkali-kali.
50 tahun setelah penemuan tersebut, ternyata pola keseharian manusia yang cenderung mencari kepraktisan mulai berdampak terhadap lingkungan. Plastik yang sejatinya untuk dipakai berkali-kali kini menjadi lebih banyak hanya untuk sekali pakai. Apalagi bila sudah terkena air, kuah makanan, saos, daging, bahkan tidak basah sekalipun juga dibuang karena ukurannya yang kecil dan tidak mudah untuk dipakai ulang lagi.
Sampah plastik yang tidak mudah terurai kini mulai memenuhi bumi. Dikabarkan hewan-hewan laut yang mati tercekik karena terjerat atau menelan plastik menjadi perhatian para pemerhati lingkungan. Begitu pula tumpukan sampah yang semakin menjadi tantangan karena pola keseharian yang masih cenderung tidak memilah sampah dari sumbernya.
Melalui catatan ini, penulis mengajak kepada sahabat semua yang membaca untuk mulai mempertimbangkan kemasan belanja sekali pakai apa yang bisa kita kurangi hari ini. Kalau kita tidak bisa mencegah derasnya produksi plastik dan terbuangnya sampah-sampah tersebut ke lautan, setidaknya kita bisa memulai dari diri kita dan keseharian kita sendiri.
Bisa kita mulai dengan membawa wadah berkali pakai untuk pembelanjaan yang plastiknya cenderung akan dibuang karena basah bila dipakai, seperti untuk berbelanja daging ayam, daging sapi, air kelapa, tahu dan bumbu racik jadi.
Karena mengurangi satu lembar plastik sekali pakai sehari mungkin terlihat sederhana. Namun bila bisa kita lakukan bersama-sama, niscaya bumi kita akan berbahagia.
Karena bumi ini adalah tempat tinggal kita. Kalau bukan kita yang membantu menjaganya, siapa lagi?
Cipinang Muara, 2 Juli 2020
#urbanfarmingwisdoms
==============


Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:

Top Ad 728x90