Maka sejak hari itu saat saya bertemu dengan Mbak Wilda, hari ini saat saya menuangkan catatan ini, hari di mana Anda ikut membaca tulisan ini, dan semoga untuk seterusnya, saya telah memandang sampah dengan cara yang berbeda. Sampah bukan lagi masalah, namun sampah adalah bagian dari kehidupan kita yang perlu kita kelola agar tidak betulan menjadi masalah.
Sebagaimana buang air kecil dan buang air besar yang menjadi bagian dari keseharian kita, tentu tidak menjadi masalah saat apa yang kita hasilkan setiap hari itu dapat kita kelola. Bukankah demikian?
Dapatkah Anda bayangkan bila ‘ampas harian’ kita tidak terkelola dan terpilah dengan benar? Apa yang akan terjadi, misalnya, tinja kita bercampur dengan sampah rumah tangga yang ada di tempat sampah kita? Atau bilamana tinja kita dibuang begitu saja di selokan air? Satu orang yang melakukan, mungkin efeknya tidak terasa. Begitu berjuta orang melakukan hal yang sama setiap harinya selama bertahun-tahun, maka hal itu niscaya akan menjadi masalah.
Bagaimana, sudah mulai terbayang? 😆
Demikian pula pikiran dan perasaan kita. Sebagai manusia yang kodratnya tidak terlepas dari kelemahan dan kelalaian, niscaya terdapat pikiran, emosi atau perasaan negatif yang muncul dan bisa mencemari pikiran kita secara keseluruhan dan niscaya itu pun akan berefek kepada kesehatan fisik kita.
Mengelola emosi di dalam pikiran, ternyata ada ilmunya. Mengelola sampah di dalam keseharian, pun ada ilmunya.
Dan tentu kita tidak perlu menunggu sampah-sampah kita menjadi masalah, bukan, untuk mempelajari ilmu-ilmu seputar pemilahan dan pengolahan sampah?
Karena di beberapa negara, sistem pemilahan dan pengolahan sampah sudah cukup maju dan tertata. Di Indonesia, pada saat saya menuliskan catatan ini, sudah dan semakin banyak praktisi dan yang peduli terhadap pemilahan dan pengolahan sampah. Gaya hidup zero-waste, edukasi seputar komposting, bahkan ada perusahaan yang memang bergerak di bidang itu, memberikan titik terang bahwa Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ini akan semakin makmur bila kita dapat menjadikan pemilahan dan pengolahan sampah ini menjadi bagian dari keseharian kita, yang kita kelola baik secara mandiri maupun bersama-sama dengan penuh tanggung jawab.
Tentu gerakan ini akan semakin masif dan komprehensif saat pemerintah yang memiliki kemampuan membuat regulasi dan menggerakkan masyarakat terlibat secara super aktif, penuh komitmen dan konsisten untuk sebuah tujuan jangka panjang yang lebih besar: Indonesia lebih peduli sampah di tahun 2045.
Kebetulan saat menuliskan catatan ini, saya adalah praktisi komposting rumah tangga secara mandiri, tidak (mungkin belum) masuk di dalam lingkaran pemerintahan yang memiliki kesempatan dan peluang untuk memasifkan gerakan pemilahan dan pengolahan sampah di negara kita.
Dan sebagai praktisi mandiri, saya berupaya menginspirasikan semakin banyak sahabat agar mau turut peduli dan melakukan proses komposting di rumahnya masing-masing.
Selain melalui berbagi tulisan, status dan keseharian seputar komposting melalui blog dan media sosial yang saya miliki, terhadirkanlah Pelatihan Komposting Online (bit.ly/PelatihanKompostingOnline) agar dapat menjangkau lebih banyak sahabat di mana pun yang ingin bersama-sama memilah dan mengolah sampah organiknya sesuai dengan kebijakan lokal di tempatnya masing-masing.
Karena saat kita melakukannya bersama-sama, semoga impian Indonesia menjadi negara yang lebih peduli terhadap sampah, memiliki lingkungan yang lebih bersih dan sehat, akan semakin dekat dan semakin terwujud.
Aamiin 🙏🌱
Cipinang Muara, 6 Juli 2020
#urbanfarmingwisdoms
#motivarmer
=========
Untuk sharing dan diskusi seputar komposting dan urban farming, silakan melalui link-link berikut:
bit.ly/GrupFBSahabatRumahHijau
bit.ly/PodcastRumahHijaunet
bit.ly/YoutubeRumahHijaunet
Monday, July 6, 2020
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment