Beberapa hari lalu, saya menerima info bahwa TPA Burangkeng yang menampung sampah dari warga Kabupaten Bekasi mengalami longsor. Longsornya sampai mengenai rumah warga, dan bersyukur dari video yang disampaikan terlihat rumah warga masih tegak berdiri, tidak tertimbun.
Ya, sampah yang terus ditumpuk niscaya akan menjadi masalah. Dalam pelatihan vokasi pengolahan sampah untuk warga Desa Mekarsari Bekasi, salah satu slide pemateri dari DLH menunjukkan sebuah data estimasi yang tak nyaman dipandang, bahwa total sampah yang dihasilkan warga Bekasi per harinya lebih dari 2.000 ton, dan hanya 600-700 ton per hari yang bisa masuk ke TPA Burangkeng.
Sisanya? Menjelma menjadi TPS liar, dibuang ke sungai, dan sebagainya.
Hal inilah yang mendorong saya pribadi berupaya setidaknya untuk kalangan keluarga sendiri agar tidak lagi mencampur sisa bahan organik ke tempat sampah, agar sampah anorganik bisa lebih mudah diatasi dengan cara apa pun. Bahkan dengan sistem pembakaran (insinerasi), sampah anorganik yang kering niscaya jauh lebih mudah dibakar daripada sampah yang basah.
Jadi, yuk mulai pilah sisa bahan organik kita. Miliki setidaknya dua tempat sampah untuk memisahkan yang organik dan yang anorganik.
Lalu diapakan sisa bahan organik yang sudah dipilah? Bisa buat lubang organik, biopori, kompospot, komposter atau ecoenzyme. Intinya, sedapat mungkin kita tidak membasahi TPS atau TPA dengan sisa bahan organik.
Melalui program Belajar Komposting Online yang rangkaian materi untuk angkatan ke-24 akan dimulai besok, kita akan menemukan metode terbaik untuk mengolah sisa bahan organik para peserta.
Silakan inbox bagi yang berkenan bergabung.
Karena akan tiba masanya, kalau sampah kita ditumpuk terus, TPA akan tutup dan sampah kita tidak diambil oleh petugas kebersihan. Bila itu terjadi, apakah kita sudah siap menghadapinya?
Yuk belajar mengolah sisa bahan organik kita, agar tragedi di TPA tidak perlu terjadi lagi.
#komposting
#Burangkeng
Gambar diambil dari video https://youtu.be/4BaM3kkvGec